PHK Capai 32 Ribu: Imbas Ekonomi Lemah terhadap Properti
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan bahwa sebanyak 32.064 pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari hingga Juni 2024. Sebagian besar kasus PHK terjadi di Pulau Jawa, dengan DKI Jakarta mencatat jumlah tertinggi, yakni 7.469 orang.
Baca – Artikel Terkait
Dampak PHK di Sektor Manufaktur
“Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di DKI Jakarta, sekitar 23,29 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang dilaporkan,”. Tulis laporan Portal Satu Data Kemnaker yang terpublikasikan pada Kamis, 25 Juli 2024.
Selain itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa terdapat 12.586 klaim Jaminan Hari Tua (JHT) yang terajukan akibat PHK di sektor garmen, tekstil, dan alas kaki hingga Mei 2024. Jumlah tersebut mencakup sekitar 20 persen dari total klaim yang dari ajuannya. Sebagai pembanding, klaim dari sektor lainnya mencapai 62.794 pengajuan. Persentase klaim dari sektor garmen, tekstil, dan alas kaki ini meningkat tiga persen perbandingannya dari tahun sebelumnya. BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat adanya 24.453 klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hingga Mei 2024, dari total 27.222 kasus PHK dalam periode yang sama.
Upaya Mengurangi Pengangguran
“Di tahun ini, rasio klaim semakin membaik 89,8 persen, hampir 90 persen. Dari 27 ribu yang terdampak PHK, 24 ribu itu melakukan klaim JKP,” ujar Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta berupaya untuk meningkatkan peluang usaha dalam rangka mengurangi potensi pengangguran.Tterutama setelah Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara (IKN). “Kami akan lebih menciptakan peluang-peluang usaha, terlebih ketika Jakarta sudah tidak menjadi ibu kota lagi,”. Kata Ketua Kadin DKI Jakarta, D. Dewi, pada Rabu, 31 Juli 2024.
Reference : TEMPO
Pengaruh Ketidakstabilan Ekonomi Terhadap Sektor Properti
Diana menegaskan bahwa pengusaha harus tetap optimis meskipun Jakarta tidak lagi menjadi IKN, serta mampu menjaga Jakarta sebagai kota global. “Masyarakat Jakarta yang begitu heterogen, kami kalangan pengusaha berharap pertumbuhan ekonomi minimal tetap berada di atas lima persen,” ujarnya.
Gelombang PHK yang sedang berlangsung menunjukkan ketidakstabilan ekonomi yang signifikan, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan garmen. Ketidakpastian ini berpotensi menekan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat berdampak pada sektor properti. Dengan pendapatan yang menurun dan ketidakpastian pekerjaan, permintaan akan properti, baik untuk pembelian rumah maupun investasi, dapat mengalami penurunan. Pengembang properti mungkin akan melihat perlambatan dalam penjualan, dan proyek-proyek baru bisa tertunda hingga situasi ekonomi lebih stabil.
Selain itu, perpindahan ibu kota negara ke IKN juga dapat mempengaruhi pasar properti di Jakarta. Meskipun demikian, upaya untuk menjadikan Jakarta sebagai kota global masih dapat memberikan peluang di sektor properti. Yaitu terutama untuk komersial dan perkantoran.